
Pada tanggal 10 muharrom 1441 Hijriah (10 september 2019) Pondok Pesantren Miftahul Jannah (PPMJ) melaksanakan kegiatan acara santunan anak yatim dan pengajian umum. Dalam kesempatan ini PPMJ akan menyantuni anak yatim yang berasal dari desa jenggrong dan desa sekitar kecamatan ranuyoso dan kecamatan klakah.
Ketua panitia Ustadz Rohman, SH menyampaikan bahwa pada tahun ini ada peningkatan jumlah anak yatim yang akan disantuni. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya jumlah dana yang diterima panitia. Dana yang terkumpul untuk santunan anak yatim tahun ini adalah sebesar Rp 9.500.000 (sembilan juta lima ratus ribu rupiah) dan akan dibagikan kepada 20 anak yatim yang telah diundang. Dana tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber yang berasal dari iuran para guru PPMJ, santri, lembaga, dana yayasan, wali santri dan juga beberapa simpatisan / masyarakat yang turut menyisihkan sebagian rezekinya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat desa jenggrong dan sekitarnya tetap memperhatikan dan mempedulikan kehidupan anak yatim.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Malik, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasai bahwa Rasulullah SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : “أنا وكافل اليتيم في الجنة هكذا”.
وقال بأصبعيه السبابة والوسطى (رواه البخاري ومسلم ومالك وأبو داود والترمذي والنسائي)
“Aku dan Penyantun Anak Yatim di surga sedekat ini.” Seraya berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah Beliau dengan posisi merenggang. (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan an-Nasai). Hadist tersebut di atas menerangkan bahwa orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah SAW. Kemudian tentang lepasnya status anak yatim:
لا يتم بعد بلوغ -وفي رواية- لايتم بعد احتلام (رواه أبو داود)
“tidak dikatakan yatim setelah baligh” (HR. Abu Dawud). Dalam penggalan ayat Al-Qur’an di atas dijelaskan, bahwa usia nikah adalah usia baligh. Sedangkan hadist tersebut memberikan pengertian bahwa seorang anak yang sudah mencapai usia baligh, status yatim sudah terlepas dari dirinya, meskipun harta yang menjadi hak miliknya tidak dapat langsung diberikan kepadanya.
Penulis: Sugiono Ghazi, A.Md dan Ahmad Zaini, S.Pd